Rabu, 17 September 2014

Biru Jingga

Bismillahirrahmannirrahim

Dulu aku menyukai langit, karena aku merasa langit adil, tidak pernah membeda-bedakan siapapun yang memandangnya. Ia tetap menampakkan hal yang sama, yaitu keindahan. Dimana pun aku berdiri, aku akan tetap memandang langit yang sama, langit yang begitu luas. Saking luasnya, aku bahkan samapai lupa betapa sempitnya tempatku berpijak. Namun kini aku punya alasan lain mengapa aku suka sekali memandang langit. Tempat yang tinggi dan luas itu menyadarkanku, bahwa aku tidak akan pernah bisa meraihmu, sekalipun aku terbang ke angkasa. Sesungguhnya semua hanya ilusi. Aku hanya bisa mersakan kehadiranmu, tapi tidak bisa menggenggammu dengan tanganku.
Kamu biru, aku jingga. Dua warna berbeda yang terikat dalam dimensi waktu yang sama dan singkat. Ketika fajar menyingsing di tepian cakrawala membuat semburat garis merah, saat itu kita bertemu. Namun ketika matahari beranjak tinggi, aku lenyap. Kemudian saat mentari tergelincir kembali ke peraduannya, sekali lagi kita dipertemukan. Tetap dalam waktu yang singkat, seperti itulah keadaannya. Kita tak mungkin bisa bersatu, sekuat apapun aku ingin bersamamu, kita hanya dipertemukan, bukan untuk disatukan. Karna kamu biru dan aku jingga.

Tsaaaaah!....keren yaa, kata-kata itu sebenernya dari cuplikan novel Biru Jingga, gatau deh pas lagi liat-liat novel online, langsung terpaku sama novel ini, kata-katanya ituloh yang, yaaah....gue banget! hahaha. Pokoknya bener-bener ngawal perasaan gue gitu deh :p. Cara penulis membuat perumpamaan itu dewa banget, pas!. Garis merah dikala fajar, sampe masuk waktu senja, biru sama jingga gak akan pernah nyatu, tragis sih, tapi disitulah letak indahnya. Kadang kita harus rela ngasih yang terindah ke orang lain, walaupun kita sendiri harus lenyap :') #beuh. Yaudah itu aja, intinya gue suka sama kata-kata itu, titik.
#Novel #Biru #Jingga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar